Khutbah Jumat Masjid al Minnah :
Mewujudkan Rekonsiliasi
“belajar dari Teladan Perdamaian dari Nabi”.
Ust Dr H
Hasbullah Ahmad MA
(Owner Sekolah Qur’an Hadis dan Sains Jambi, Dosen Tetap Ilmu
al-Qur’an, tafsir dan Hadis UIN STS Jambi, Wakil Syuriah NU Provinsi Jambi,
Wakil Pimpinan Bidang Pengasuhan Pesantren PKP al Hidayah Pemprov Jambi)
الحَمْدُ للهِ الّذِي خَلَقَ الخَلْقَ لِعِبَادَتِهِ، وَأَمَرَهُمْ
بِتَوْحِيْدِهِ وَطَاعَتِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
أَكْمَلُ الخَلْقِ عُبُودِيَّةً للهِ، وَأَعْظَمَهُمْ طَاعَةً لَهُ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ. اَمَّا
بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه
وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ
فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ
تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ
بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
Ayyuhal mukminun yarhamukumullah,
Pada kesempatan kali
ini, diakhir bulan shafar dan menuju awal bulan kelahiran nabi Rabi’ul Awwal
izinkan khatib berwasiat, khususnya kepada pribadi saya sendiri agar kita
senantiasa berupaya memperbaiki keimanan dan meningkatkan kualitas ketakwaan
kita kepada Allah dengan berusaha menjalankan perintah dan menghindari
larangan-Nya. Marilah juga kita bersama-sama menunjukkan rasa cinta kepada
baginda Nabi Muhammad SAW dengan cara mengamalkan tuntunan-tuntunan yang beliau
ajarkan.
Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah,
Ada sebuah kisah yang
patut direnungkan. Dahulu, kira-kira lima tahun sebelum Nabi Muhammad SAW
menerima mandat kerasulan, bangunan Ka’bah dipugar. Konon penyebab pemugaran
itu karena konstruksi Ka’bah yang sudah mulai rapuh. Sejak pertama kali
dibangun Nabi Ibrahim dengan dibantu putranya, Nabi Ismail, Ka’bah belum pernah
dipugar. Ada banyak riwayat yang menjelaskan perihal pemugaran itu sebagaimana
yang tertulis dalam kitab al-Bidayah wa al-Nihayah karya Ibn Katsir.
Salah satu riwayat menyebut bahwa kerusakan bangunan Ka’bah disebabkan badai
gurun yang terjadi waktu itu.
Singkat cerita,
bangunan Ka’bah pun diruntuhkan dan diganti dengan konstruksi baru. Namun,
ketika sesi peletakan Hajar Aswad terjadilah pertentangan di kalangan
pemuka-pemuka kabilah. Masing-masing merasa yang paling pantas mendapat
kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya semula. Pertentangan dan
perselisihan pun tak terelakkan. Bahkan, mereka hampir saling membunuh. Untuk
menghindari pertikaian berdarah, kemudian mereka bersepakat: Barangsiapa yang
masuk pertama kali ke area Ka’bah keesokan harinya, maka orang itulah yang
berhak meletakkan Hajar Aswad.
Tak disangka, Nabi
Muhammad-lah orang yang pertama kali masuk ke area Ka’bah. Berdasarkan
kesepakatan sebelumnya, Nabi Muhammad-lah yang berhak meletakkan kembali Hajar
Aswad ke dinding Ka’bah. Tapi Nabi Muhammad bukan sosok yang egois.
Dibentangkanlah kain lebar, lalu diletakkanlah Hajar Aswad di atas kain
tersebut. Lalu dimintalah semua perwakilan kabilah turut serta memegang tepi
kain dan mengangkat Hajar Aswad bersama-sama.
Inilah ikhtiar rekonsiliasi/damai (al-ishlah)
yang diteladankan Nabi sehingga perselisihan dan pertikaian menjadi reda. Masih
banyak cerita serupa yang menunjukkan kemampuan nabi menjadi rekonsiliator (al-mushlih)
ketika terjadi konflik dan polarisasi di tengah-tengah umat. Nabi Muhammad
telah banyak menyelesaikan masalah serius yang berpotensi menjadi konflik
berdarah dengan arif dan bijaksana.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Kisah ini memberi
teladan bagi kita agar senantiasa bisa menjadi rekonsiliator/ pendamai ketika
terjadi pertikaian atau konflik di tengah masyarakat. Sikap rekonsiliasi Nabi
Muhammad tersebut sejalan dengan penyampaian Al-Qur’an. Dalam banyak ayat,
Allah SWT sangat menekankan agar menempuh jalan rekonsiliasi/damai dalam penyelesaian
konflik. Misalnya, pada QS. al-Hujarat [49]: 9-10:
وَاِنْ طَاۤىِٕفَتٰنِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
اقْتَتَلُوْا فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَاۚ فَاِنْۢ بَغَتْ اِحْدٰىهُمَا عَلَى
الْاُخْرٰى فَقَاتِلُوا الَّتِيْ تَبْغِيْ حَتّٰى تَفِيْۤءَ اِلٰٓى اَمْرِ اللّٰهِ
ۖفَاِنْ فَاۤءَتْ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَاَقْسِطُوْا ۗاِنَّ
اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
Jika ada dua golongan orang-orang mukmin bertikai, damaikanlah keduanya.
Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap (golongan) yang lain,
perangilah (golongan) yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali
kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah),
damaikanlah keduanya dengan adil. Bersikaplah adil! Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang bersikap adil.
Pada ayat selanjutnya,
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا
بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ࣖ
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah
kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
dirahmati.
Ayat tersebut berisikan
perintah melakukan rekonsiliasi/damai ketika mendapati ada
dua kelompok kaum beriman yang saling bertikai. Jangankan pada konflik besar
yang melibatkan orang banyak, konflik kecil dalam keluarga pun, Allah mendorong
agar memilih jalan rekonsiliasi agar hubungan keluarga dan juga bernegara tetap
utuh. Rekonsiliasi adalah pilihan yang terbaik dari penyelesaian konflik,
perseteruan dan pertikaian.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Teladan Nabi Muhammad
dan penegasan Al-Qur’an tentang rekonsiliasi/damai layak diwujudkan/diaktualisasikan untuk
konteks kita saat ini. Apalagi menuju tahun politik 2024 dengan pilpres,
pilkada dan pileg, karena kita semua berjabatan tangan dengan saling merangkul
untuk mencapai tujuan yang hakiki, karena ini hanyalah pilihan pesta demokrasi
untuk memilih pemimpin per 5 tahun, maka ketika konflik dengan latar apa pun
sosial maupun politik sering berujung pada anarkisme, penghilangan nyawa
manusia atau polarisasi tanpa ujung, maka jalan rekonsiliasi/berdamai menjadi
harapan agar keutuhan bangsa, masyarakat, dan keluarga terselamatkan. Sudah
menjadi sunatullah, perbedaan itu akan menjadi bagian tak terpisah dari
kehidupan manusia sebagaimana Allah tegaskan dalam QS. Hud [11]: 118:
وَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلَا
يَزَالُوْنَ مُخْتَلِفِيْنَۙ
Jika Tuhanmu
menghendaki, tentu Dia akan menjadikan manusia umat yang satu. Namun, mereka
senantiasa berselisih (dalam urusan agama),
Jika perbedaan itu
tidak dikelola dengan baik, maka ujungnya pasti konflik. Dan tidak ada yang
diharapkan dari konflik, pertikaian, atau permusuhan kecuali kehancuran seperti
yang kini dapat disaksikan di banyak negara yang dilanda peperangan akibat
konflik yang tak berkesudahan dan tidak memilih jalan rekonsiliasi. Maka, dalam
ayat sebelumnya QS. Hud [11]: 117 Allah menjamin tidak akan menghancurkan suatu
bangsa jika rakyatnya adalah orang-orang yang menegakkan dan mewujudkan serta
mementingkan jalan rekonsiliasi,
وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرٰى بِظُلْمٍ
وَّاَهْلُهَا مُصْلِحُوْنَ
Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim sedangkan
penduduknya berbuat kebaikan.
Jama’ah Jumat yang dirahmati Allah SWT.
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang
penuh keberkahan ini. Semoga kita tetap menjaga persatuan dan kedamaian
sekalipun kita sedang menghadapi banyak ujian di negara kita, hadapi dengan
sabar dan jangan terprovokasi dengan media yang sengaja ingin memecah belahkan
bangsa kita, demokrasi pemilu pileg, pilkada dan pilpres adalah pesta 5 tahunan
dan prosedur memilih pemimpin di negeri kita, maka tetaplah dihadapi dengan
riang gembira tanpa ada perselisihan yang dapat mengganggu kedamaian dan
kenyamanan bangsa kita yang aman dan damai.
Semoga kita juga mampu mewujudkan
rekonsiliasi atau ishlah dalam mewujudkan persatuan negara kita menjadi
negeri al balad al-Amin (negara yang aman) dengan semboyan baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur dengan rahmat dan berkah dari Allah SWT. Amin
Ya Rabb al-‘Alamin.....
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ العَظِيْمِ، وَجَعَلَنِي
وَإِيَّاكُمْ بِماَ فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. إِنَّهُ هُوَ
الْبَرُّ التَّوَّابُ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ
وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ
Posting Komentar